Akhlak berasal dari bahasa Arab jama’ dari “khuluqun” yang
menurut loghat di artikan : budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Kalimat tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan
“khalqun” yang berarti : kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq”
yang berarti : pencipta, dan “makhluk” yang berarti : yang
diciptakan.
Perumusan pengertian “Akhlak” timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dengan makhluk
dan antara makhluk dengan makhluk.
Perkataan ini tersumber dari kalimat yang tercantum dalam Al Qur’an
surat Al Qalam ayat 4 yang artinya :
“Sesungguhnya engkau (Ya Muhammad) mempunyai budi pekerti yang
luhur”.
Demikian juga dengan hadits Nabi SAW. Yang artinya :
“Aku di utus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti”. (Riwayat
Ahmad)
Adapun pengertian sepanjang terminologi yang dikemukakan oleh Ulama
Akhlak antara lain sebagai berikut :
a.
Ilmu
akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang
terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan
batin.
b.
Ilmu
akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian baik dan buruk, ilmu
yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir
dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Prof. Dr. Ahmad Amin dalam bukunya “Al-Akhlaq” merumuskan
pengertian akhlak sebagai berikut :
Akhlak ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk,
menerangkan apa yang seharusnya di terangkan oleh setengah manusia kepada yang
lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka
dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus di perbuat.
ABU BAKAR ASH
SHIDIQ
2.
Riwayat
Hidup, Akhlak Mulia dan Keutamaan Abu Bakar Ash Shidiq
a.
Riwayat
Hidup Abu Bakar Ash Shidiq
Abu Bakar Ash
Shidiq ( nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin Amr
bin Masud bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr At-Taimi
Al-Qurasyi. Berarti silsilahnya dengan Nabi beertemu pada Murrah bin Ka’ab).
Dilahirkan pada tahun 573 M. Dia dilahirkan di lingkungan suku yang sangat
berpengaruh dan suku yang banyak melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama
Utsman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku
Quraisy, sedangkan ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin
Sa’ad bin Taym bin Murrah. Garis keturunannya bertemu pada neneknya, yaitu
Ka’ab bin Sa’ad.
Abu bakar
merupakan orang yang pertama kali masuk Islam ketika Islam mulai didakwahkan.
Baginya, tidaklah sulit untuk untuk memercayai ajaran yang dibawa oleh Muhammad
SAW. dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan Muhammad. Setelah
masuk Islam, ia tidak segan untuk menumpahkan segenap jiwa dan harta bendanya
untuk Islam. Tercatat dalam sejarah, dia pernah membela Nabi tatkala Nabi
disakiti oleh suku Quraisy, menemani Rasul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan
memerdekakannya, seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan, dan
lain-lain.
Pengorbanan Abu
Bakar terhadap Islam tidak dapat diragukan. Ia juga pernah ditunjuk Rasul
sebagai penggantinya untuk mengimami shalat ketika Nabi sakit. Nabi Muhammad
SAW. pun wafat tak lama setelah kejadian tersebut. Karena tidak ada pesan
mengenai siapa penggantinya di kemudian hari,
pada jenazah Nabi belum dimakamkan di antara umat Islam, ada yang
mengusulkan untuk cepat-cepat memikirkan pengganti Nabi. Itulah perselisihan
pertama terjadi pasca-Nabi wafat. Perselisihan tersebut berlanjut ke
perselisihan kedua di Saqifah Bani Sa’idah, pada saat kaum Anshar lebih
memiliki rasa kepedulian dalam hal berpolitik dibandigkan dengan Kaum
Muhajirin. Dalam hal ini, setidaknya ada persaingan di antara kaum Anshar,
Muhajirin, dan Bani Hasyim.
Aturan-aturan yang jelas tentang pengganti Nabi
tidak ditemukan, yang ada hanyalah sebuah mandat yang diterima Abu Bakar
menjelang wafatnya Nabi untuk menjadi badal imam shalat. Sesuatu yang masih
merupakan tanda tanya terhadap mandat tersebut. Adakah suatu pertanda Nabi
menunjuk Abu Bakar atau tidak ?.
Dalam pertemuan
tersebut, sebelum kaum Muhajirin datang, golongan Khajraz telah sepakat
mencalonkan Salad bin Ubadah, sebagai pengganti Rasul. Akan tetapi, suku Aus
belum menjawab atas pandangan tersebut, sehingga terjadilah perdebatan di
antara mereka dan pada akhirnya, Sa’ad bin Ubadah yang tidak menginginkan adanya
perpecahan mengatakan bahwa ini merupakan awal dari perpecahan. Melihat situasi
yang memanas, Abu Ubaidah mengajak kaum Anshar agar bersikap tenang dan
toleran, kemudian Basyir bin Sa’ad Abi An-Nu’man bin Basyir berpidato dengan
mengatakan agar tidak memperpanjang masalah ini. Dalam keadaan yang sudah
tenang ini, Abu Bakar berpidato, “Ini Umar dan Abu Ubaidah, siapa yang kamu
kehendaki di antara mereka berdua, maka bai’atlah.”
Baik Umar
maupun Abu Ubaidah merasa keberatan atas ucapan Abu Bakar dengan
mempertimbangkan berbagai alasan, di antaranya adalah ditunjuknya Abu Bakar
sebagai pengganti Rasul dalam imam shalat dan ini membuat Abu Bakar lebih
berhak menjadi pengganti Rasulullah SAW.
Sebelum keduanya mebai’at Abu Bakar, Basyir bin Sa’ad mendahuluinya, kemudian
diikuti Umar dan Abu Ubaidah dan diikuti secara serentak oleh semua hadirin.
Dari paparan di
atas, terlihat bahwa Abu Bakar dipilih secara aklamasi, walaupun tokoh-tokoh
lain tidak ikut membai’atnnya, misalnya Ali bin Abi Thalib, Abbas, Thalhah, dan
Zubair yang menolak dengan hormat. Mereka masih mempermasalahkan diangkatnya
Abu Bakar tersebut. Keadaan penolakan tersebut akhirnya baru muncul setelah
pada pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Kelompok lain yang tidak menyetujuinya
ialah Anshar Salad bin Ubadah meskipun pada akhirnya tenggelam dalam sejarah.
Pembahasan-pembahasan
tentang khalifah ini pada akhirnya menimbulkan berbagai aliran pemikiran dalam
Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar serta pembai’atannya, resmilah berdiri
kekhilafahan pertama di dunia Islam.
Setelah menjalankan tugas khalifah selama 2
tahun 3 bulan dan 10 hari, beliau wafat pada tanggal 22 Jumadil Akhir tahun 13
H atau 23 Agustus 634 M karena sakit.
b.
Akhlak
mulia dan keutamaan Abu Bakar Ash Shidiq
Ketaatannya Abu
bakar pada Allah dan Rasul dapat dilihat ketika ia masih kanak-kanak, ia
menentang menyembah berhala yang dilakukan oleh orangtuanya dan orang-orang
disekitarnya, keimanannya tak gentar dengan ancaman-ancaman terhadapnya karena
tidak mau menyembah berhala. Ia yakin akan sahabatnya yaitu Rasulullah SAW.
yang juga bukan penyembah berhala, setelah dewasa ia menyatakan keislamannya
pada Rasulullah dengan tidak ada keraguan sedikitpun, bahkan ia berjalan
disamping Rasulullah dalam mengawal Rasulullah untuk menyebarkan agama Islam di
dunia.
Abu Bakar
adalah khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah setelah beliau wafat.
Rasulullah mempunyai alasan tersendiri mengapa ia memilih Abu Bakar sebagai
penggantinya, sebelum Rasulullah wafat ia meminta Abu Bakar untuk mengimami
shalat, ia sampaikan perintah itu kepada Aisyah anak Abu Bakar sekaligus
istrinya Rasulullah, Aisyah berkata bahwa Abu Bakar terlalu lembut untuk
mengimami shalat, sehinnga ia akan menangis ketika mengimami shalat, tetapi
Nabi Muhammad mengulangi perkataan yang sama terhadap Aisyah yaitu : “Suruhlah
Abu Bakar mengimami shalat, sesungguhnya wanita itu akan seperti wanita yang
ada pada zaman Nabi Yusuf.”
Apapun alasan
Rasulullah meminta Abu Bakar menjadi penggantinya dalam mengimami shalat umat
Islam, terlepas dari itu semua, pasti ada keutamaan dari Abu Bakar sendiri yang
tidak dapat dijelaskan, namun ketika kita melihat dari riwayat hidup Abu Bakar,
ia selalu berbuat kebaikan dan moralnya tidak pernah bertentangan dengan
syariat Islam, meskipun bertentangan dengan masyarakat jahiliyah.
Abu Bakar
adalah seorang yang lemah lembut, perangainya sangat berbanding terbalik dengan
Umar bin Khaththab, yang dianggap lebih keras kepala, Abu Bakar selalu menurut
pada atas apa yang diperintahkan oleh Rasulullah. Ada beberapa keutamaan Abu
Bakar yaitu :
1.
Orang
yang selalu dipercaya untuk menemaninya berhijrah ke Madinah
“Jikalau kamu
tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhya Allah telah menolongnya ketika
orang-orang kafir mengeluarkannya dari Mekkah sedang dia salah seorang dari dua
orang ketika keduanya berada di dalam gua di waktu dia berkata kepada temannya
: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS At
Taubbah : 40 ).
Dalam
perjalanan hijrah ini Abu Bakar menjaga, melayani, dan memuliakan Rasulullah.
Ia mempersilahkan Rasul untuk beristirahat sementara dirinya menjaga
seolah-olah tidak merasakan letih dan butuh untuk istirahat.
Anas bin Malik
meriwayatkan dari Abu Bakar mngatakan : “Ketika berada di dalam gua, aku
berkata kepada Rasulullah, sekiranya orang-orang musyrik ini melihat kebawah
kaki mereka pastilah kita akan terlihat, Rasulullah menjawab, bagaimana
pendapatmu wahai Abu Bakar dengan dua orang manusia sementara Allah menjadi
yang ketiga. Rasulullah menenangkan hati Abu Bakar disaat-saat mereka dikepung
oleh orang-orang musyrikin Mekkah yang ingin menangkapmereka.
2.
Sebagai
sahabat Nabi yang dalam ilmunya
Abu Said Al
Khudri mengatakan, “Sesungguhnya Allah telah menyuruh seorang hamba untuk
memilih dunia atau memilih ganjaran pahala dan apa yang ada di sii-Nya, dan
hamba tersebut memilih apa yang ada disis Allah.”
Kata Abu Said,
“(mendengar hal itu) Abu Bakar menangis padahal Rasulullah hanya menceritakan
seoranng hamba yang memilih kebaikan. Akhirnya kami ketahui bahwa hamba
tersebut tidak lain adalah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri. Abu
Bakar-lah yang paling mengerti serta berilmu dianntara kami. Kemudian
Rasulullah melanjutkan khutbahnya.
“Sesungguhnya
orang yang paling besar jasanya dalam persahabatan dan kerelaan dalam
mengeluarkan adalah Abu Bakar. Andai saja aku diperbolehkan memilih kekasih
selain Rabbku, pasti aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasih, namun
cukuplah persaudaraan se-Islam dan kecintaan karenanya.”
3.
Kedudukan
Abu Bakar disisi Rasulullah
Dari Amr bin
Ash, Rasulullah pernah mengutusku dalam Perang Dzathi As Salasil, saat itu aku
menemui Rasulullah dan bertanya kepadanya, “Siapakah orang yang paling anda
cintai ?” Rasulullah menjawab “Aisyah”. Kemudian kutanyakan lagi, “Dari
kalangan laki-laki ?” Rasulullah menjawab, “Bapaknya (Abu Bakar)”
4.
Saat
masih hidup di dunia, Abu Bakar dipastikan masuk syurga
Abu Musa Al
Asy’ari mengisahkan, suatu hari dia berwudhu dirumahnya lalu keluar menemui
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Abu Musa berangkat ke masjid dan
bertanya dimana Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, dijawab bahwa Nabi keluar
untuk suatu keperluan. Kata Abu Musa, “Aku pun segera pergi berusaha
menyusulnya sambil bertanya-tanya, hingga akhirnya beliau masuk ke sebuah kebun
yang terdapat sumur yang dinamai sumur Aris. Aku duduk di depan pintu kebun,
hingga beliau menunaikan kepeluannya.
Setelah itu aku
masuk ke kebun dan beliau sedang duduk diatas sumur tersebut sambil menyingkap
kedua betisnya dan mejulur-julurkan kedua kakinya ke dalam sumur. Aku
mengucapkan salam kepada beliau, lalu kembali berjaga di depan pintu sambil
bergumam “Hari ini aku harus menjadi penjaga pintu Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.” Tak lama kemudian datanglah seseorang ingin masuk ke kebun,
ku tanyakan “Siapa itu ?” Dia menjawab “Abu Bakar”. Lalu dijawab “Tunggu
sebentar”. Aku datang menemui Rasulullah dan bertanya padanya, “Wahai
Rasulullah, ada Abu Bakar datang dan meminta izin masuk”. Rasulullah menjawab
“Persilahkan dia masuk dan beritahukan padanya bahwa dia adalah penghuni
syurga.”
Adapun akhlak-akhlak baik yang dimiliki Abu Bakar Ash Shiddi, yaitu
:
1.
Imam
Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Siapa hari ini yang berpuasa?”, Abu Bakar menjawab “Saya”
“Siapa hari ini yang ikut mengantar jenazah ?”, Abu Bakar menjawab
“Saya”
“Siapa hari ini yang memberi makan orang miskin ?”, Abu Bakar
menjawab “Saya”
“Siapa yang hari ini menjenguk orang sakit ?”, Abu Bakar menjawab
“Saya”
Rasulullah bersada, : “Tidaklah semua ini dilakukan oleh seseorang
kecuali dia masuk syurga.”
2.
Orang
musyrik mensifati Abu Bakar sebagaimana Khadijah mensifati Rasulullah
Mereka orang musyrik berkata tentang Abu Bakar
“Apakah kalian mengusir orang yang suka bekerja untuk mereka yang
tidak berpunya, menyambung silaturahim, menanggung orang-orang yang lemah,
menjamu tamu dan selalu dan menolong di jalan kebenaran ?” (HR. Bukhari)
UMAR BIN
KHATHTHAB
3.
Riwayat
hidup, Akhlak, dan Keutamaan Umar bin Khaththab
a.
Riwayat
Hidup Umar bin Khaththab
Umar bin Khaththab, yang memiliki nama lengkap Umar bin Khaththab
bin Nufail bin Abd Al-Uzza bin Ribaah bin Abdillah bin Qart bin Razail bin ‘adi
bin Ka’ab bin Lu’ay adalah khalifah kedua yang menggantikan Abu Bakar Ash
Shiddiq. Dia adalah salah seorang sahabat terbesar sepanjang sejarah sesudah
Nabi Muhammad SAW. Kebesarannya terletak pada keberhasilannya, baik sebagai
negarawan yang bijaksana maupun sebagai mujtahid yang ahli dalam
membangun negara besar yang ditegakkan atas prinsip-prinsip keadilan,
persamaan, dan persaudaraan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam banyak
hal, Umar bin Khaththab dikenal sebagai tokoh yang sangat bijaksana dan
kreatif, bahkan genius.
Peranan Umar dalam sejarah Islam masa permulaan merupakan yang
paling menonjol karena perluasan wilayahnya, di samping kebijakan-kebijakan
politiknya yang lain. Adanya penaklukan besar-besaran pada masa pemerintahan
Umar merupakan fakta yang diakui kebenarannya oleh para sejarawan. Bahkan, ada
yang mengatakan, kalau tidak karena penaklukan-penaklukan yang dilakukan pada
masa Umar, Islam belum akan tersebar seperti sekarang.
Umar bin Khaththab di lahirkan di Mekah dari keturunan suku Quraisy
yang terpandang dan terhormat. Ia lahir empat tahun sebelum terjadinya Perang
Fijar atau sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Al-Khudari Bek, tiga belas
tahun lebih muda dari Nabi Muhammad SAW.
Sebelum masuk Islam, Umar termasuk di antara kaum kafir Quraisy
yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh
dan penentang Nabi Muhammad SAW. yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat
besar keinginannya untuk membunuh Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya. Dia sering menyebar fitnah dan menuduh Nabi
Muhammad sebagai penyair tukang tenung.
Setelah Umar masuk agama Islam, pada bulan Dzulhijjah enam tahun
setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Kepribadiannya bertolak belakang dengan
keadaan sebelumnya. Dia berubah menjadi salah seorang yang gigih dan setia
membela agama Islam. Bahkan, dia termasuk seoranng sahabat yang terkemuka dan
paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar sebelum meninggal pada tahun 634 M./13 H. Menunjuk Umar
bin Khaththab sebagai penggantinya. Kendatipun hal ini merupakan perbuatan yang
belum pernah terjadi sebelumnya, tampaknya penunjukan ini bagi Abu Bakar
merupakan hal yang wajar untuk dilakukan. Ada beberapa faktor yang mendorong
Abu Bakar untuk menunjuk Umar menjadi khalifah. Pertama, kekhawatiran
peristiwa yang sangat menegangkan di Tsaqifah Bani Sa’idah yang nyaris menyeret
umat Islam ke jurang perpecahan akan terulang kembali, bila ia tidak menunjuk
seorang yang akan menggantikannya. Kedua, kaum Anshar dan muhajirin
saling mengklaim sebagai golongan yang berhak menjadi khalifah. Ketiga, umat
Islam pada saat itu baru saja selesai menumpas kaum murtad dan pembangkang.
Sementara sebagian pasukan mujahidin sedang bertempur di luar kota Madinah
melawan tentara Persia di satu pihak dan tentara Romawi di pihak lain.
Berangkat dari kondisi politik yang demikian, tampaknya tidak
menguntungkan apabila pemilihan khalifah diserahkan sepenuhnya kepada umat
secara langsung. Jika alternatif ini dipilih, besar kemungkinan akan timbul
kontroversi berkepanjangan di kalangan umat Islam tentang siapa yang lebih
proporsional menggantikan Abu Bakar. Kondisi demikian jelas akan melahirkan
instabilitas politik yang akan membahayakan umat dan negara, mengingat bukan
hal mustahil akan terjadi perang saudara dan kevakuman pimpinan. Hal ini
akibatnya lebih fatal daripada pemberontakan orang-orang murtad.
Penunjukan Abu Bakar terhadap Umar yang dilakukan di saat ia
mendadak jatuh sakit pada masa jabatannya merupakan suatu yang baru, tetapi
harus dicatat bahwa pennunjukan itu dilakukan dalam bentuk rekomendasi atau
saran yang diserahkan pada persetujuan umat. Abu Bakar dalam menunjuk Umar
sebagai pengganti tetap mengadakan musyawarah atau konsultasi terbatas dengan
beberapa orang sahabat senior, antara lain Abdul Rahman bin Auf, Utsman bin
Affan, dan Asid bin Hadhr, seorang tokoh Anshar. Konsultasi ini menghasilkan
persetujuan atas pilihannya pada Umar secara objektif. Setelah itu, hasil
konsultasi dengan beberapa orang sahabat senior itu masih ditawarkan kepada
kaum muslimin yang sedang berkumpul di Masjid Nabawi. Apakah rela menerima
orang yang dicalonkan sebagai penggantinya ? Dalam pertemuan tersebut, kaum
muslimin menerima dan menyetujui orang yang telah dicalonkan Abu Bakar. Setelah
Abu Bakar mendapat persetujuan kaum muslimin atas pilihannya, ia memanggil
Utsman bin Affan untuk menuliskan teks pengangkatan Umar (bai’at Umar).
Penulis menilai bahwa apa yang dilakukan Abu Bakar dalam suksesi
kepemimpinan di negara Madinah pada saat itu merupakan langkah yang tepat. Dan
apa yang dilakukakn itu merupakan implementasi yang optimal terhadap prinsip
musyawarah.
Sebagaimana Abu Bakar, Umar bin Khaththab begitu di bai’at atau di
lantik menjadi khalifah menyampaikan pidato penerimaan jabatannya di Masjid
Nabi di hadapan kaum muslimin. Bagian dari pidatonya adalah :
“Aku telah dipilih menjadi khalifah. Kerendahan hati Abu Bakar
selaras dengan jiwanya yang terbaik di antara kamu dan lebih kuat terhadap kamu
dan juga lebih mampu untuk memikul urusan kamu yang penting-penting. Aku
diangkat dalam jabatan ini tidaklah sama dengan beliau. Andaikata aku tahu
bahwa ada orang yang lebih kuat daripadaku untuk memikul jabatan ini.”
“Sesungguhnya Allah menguji kamu dengan aku dan mengujiku dengan kamu dan
membiarkan aku memimpin kamu sesudah sahabatku. Maka demi Allah, bila ada suatu
urusan dari urusan kamu dihadapkan kepadaku, maka janganlah urusan itu diurus
oleh seseorang, selain aku dan janganlah seseorang menjauhkan diri dari aku,
sehingga aku tidak dapat memillih orang yang benar dan memegang amanah. Jika
mereka berbuat baik, tentu aku akan
berbuat baik kepada mereka dan jika mereka berbuat jahat, maka tentu aku akan
menghukum mereka.”
Pidato tersebut menggambarkan pandangan Umar bahwa jabatan khalifah
adalah tugas yang berat sebagai amanah dan ujian. Antara pemimpin dan yang
dipimpin harus terjalin hubungan timbal balik yang seimbang dalam melaksanakan
tanggung jawab itu. Setiap urusan harus diurus dab diselesaikan oleh khalifah
dengan baik. Khalifah harus memilih orang-orang yang benar dan bisa memegang
amanah untuk membantunya. Hukum harus ditegakkan terhadap pelaku tanpa
memandang dari pihak manapun.
Sejumlah musuh-musuh Islam terdiri dari orang-orang Persia dan
Yahudi mengadakan komplotan untuk membunuh Umar bin Khaththab. Pembunuhan itu
dilaksanakan oleh seorang nasrani bernama Abu Lu’luah. Abu Lu’luah ini seorang
bangsa Persia, dia ditawan oleh tentara Islam di Nahawand, dan kemudian menjadi hamba sahaya dari Mughirah ibnu
Syu’bah.
Telah diterangkan di atas bahwa Umar bin Khathtab telah merobohkan
kerajaan Persia dan melenyapkan kekuasaan mereka. Karena itu lapisan atas dari
bangsa Persia beserta pendukung-pendukungnya menaruh dendam terhadap Umar, dan
berniat hendak membunuh beliau.
Abu Lu’luah telah berhasil menyelusup ke dalam masjid, di waktu Umar hendak memulai
sembahyang subuh, di kala itu hari masih gelap. Maka ditikamnyalah khalifah
dengan sebuah golok beberapa kali, di antaranya satu di bawah pusatnya, maka
keluarlah perut beliau.
Umar lalu memekik, maka datanglah kaum Muslimin hendak menangkap
pembunuh itu, tetapi mereka diserangnya pula dengan goloknya, higga ada yang
mati, dan beberapa orang luka-luka.
Akhirnya kaum Muslimin dapat menangkapnya, tetapi masih dapat ia
memakai goloknya untuk membunuh dirinya sendiri.
Beberapa hari kemudian, khalifah yang agung itu berpulang
kerahmatullah, dengan meninggalkan kenang-kenangan yang indah. Perjalanan hidup
beliau adalah salah satu dari perjalanan hidup yang paling abadi yang pernah
diriwayatkan oleh sejarah.
Hampir saja rahasia pembunuhan ini terpendam dalam kegelapan, andai
kata kemudian tiada memancar sebutir sinar cahaya yang menerangi kegelapan itu,
dan membukakan rahasia sebuah komplotan.
Abdur Rahman ibnu Abu Bakar ada mwlihat sehari sebelum terjadi
pembunuhan itu tiga orang sedang berbisik-bisik.
Pertama : Hurmuzan, yaitu seorang pembesar bangsa Persia, yang
telah kehilangan kekuasaan dan kedudukan, dan karena tidak ada harapannya lagi
untuk mengembalikan kekuasaan dan kedudukannya itu, terpaksalah ia hidup
sebagai seorang biasa saja.
Kedua : Jufainah yang dahulunya menganut agama Nasrani, ia berasal
dari Hirah, dan bekerja mengajar menulis dan membaca di Madinah.
Ketiga : Abu Lu’luah
Menurut Abdur Rahman, orang-orang itu terkejut dan kaget demi
melihat Abdur Rahman datang dengan tiba-tiba, dan jatuhlah sebuah golok
berujung dua dari mereka.
Di kala Abdur Rahman memperhatikan golok yang dipakai oleh Abu
Lu’luah untuk membunuh Umar, dia menerangkan bahwa itulah golok yang dilihatnya
kemarin.
Keterangan Abdur Rahman inilah yang mendorong Ubaidullah ibnu Umar
membunuh Hurmuzan dan Jufainah sesudah ayahnya meninggal. Tepatnya Umar bin
Khaththab meninggal pada tanggal 26 Zulhijjah tahun 23 H/3 November 644 M.
b.
Akhlak
dan Keutamaan Umar bin Khaththab
1.
Ibadahnya
Umar : Banyak para sahabat mengatakan jika Umar adalah sosok orang yang selalu
melakukan shalat malam secara istiqomah sepanjang hidupnya, siang harinya
beliau berpuasa sepanjang waktu demi hajat untuk rakyatnya, kecuali waktu-waktu
yang diharamkan dan ketika melakukan perjalanan jauh. Umar juga sering
melaksanakan haji sampai wafat.
2.
Kezuhudan
(meninggalkan rasa gemar terhadap apa yang tidak bermanfaat bagi kehidupan
akhirat. Yaitu terhadap perkara mubah yang berlebih dan tidak dapat digunakan
untuk membantu berbuat ketaatan kepada Allah) Umar : Beliau memiliki jubah
dengan dua belas tambalan serta hanya mempunyai beberapa baju saja, beliau juga
makan dengan makanan sederhana, sepanjang melakukan perjalan Makkah dan Madinah
Umar tidak pernah mendirikan tenda atau perkemahan, beliau lebih suka tidur
dibawah pohon.
3.
Sangat
takut Umar kepada Allah : Umar sering terlihat menangis dan ketakutan bahkan
sering terjungkal (tersungkur) bila mendengar ayat-ayat Al Qur’an. Umar juga
paling takut diminta pertanggungjawaban di akhirat jika ada harta baitul mal
yang hilang sekalipun itu hanya seekor kambing.
4.
Wara
(meninggalkan perkara haram/subhat) dan hati-hatinya Umar : Umar kerap
memuntahkan kembali makanan yang telah masuk ke perutnya karena takut makanan
itu haram. Seringkali secara ketat Umar selalu menanyakan kepada pembantunya
tentang asal usul harta yang akan dia makan.
5.
Telah
disebutkan dalam beberapa hadits shahih bahwa Umar bin Khaththab termasuk
penghuni syurga. Di waktu Umar masih hidup, diberitakan sebuah kabar gembira
bahwa kelak ia akan memasuki syurga Allah. Yang sangat menakjubkan, berita itu
bersumber dari Rasulullah sendiri yang perkataannya tak pernah di dustakan
sedikitpun.
Abu Hurairah
meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Tatkala
aku tertidur, aku melihat diriku berada di syurga, tiba-tiba aku melihat ada
seorang wanita sedang berwudhu di samping sebuah istana. Aku menanyakan milik
siapakah istana itu ?” lalu di katakan, “Milik Umar.” Maka aku melihat kecemburuan
pada diri Umar hingga akupun pergi meninggalkannya.” Kemudian Umar menangis
seraya mengatakan, “Pantaskah aku cemburu kepadamu wahai Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari No.3070).
6.
Seorang
yang disegani, hingga setan akan lari terbirit-birit jika berpapasan denngannya
Sa’ad bin Abi
Waqash pernah bercerita, suatu hari Umar meminta ijin untuk masuk dan bertemu
dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan disisi beliau ada
para wanita Quraisy yang sedang berbicara dan mengangkat suara lebih tinggi
dari suara Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala Umar
meminta ijin untuk masuk, maka segera para wanita itu buru-buru memasang hijab,
setelah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi ijin maka masuklah Umar
dan terlihat Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tertawa, maka Umar
berkata, “Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah membuatmu tertawa, wahai Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam ?” Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab, “Saya heran melihat tingkah wanita itu, tatkala mereka mendengar
suaramu lantas buru-buru mereka memasang hijab.” Maka Umar berkata, “Bahkan
engkau lebih berhak di segani oleh mereka, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam.”
Lalu Umar
mengatakan kepada para wanita tersebut, “Wahai para musuh-musuh jiwa kalian,
apakah kalian segan kepadaku sedangkan kalian tidak segan kepada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam ?”, mereka menjawab, “Iya, karena engkau lebih
keras dibandingkan dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.” Maka Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Wahai ibnul Khaththab, demi dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah setan bertemu denganmu di suatu jalan
melainkan ia akan mengambil jalan yang lain dari jalanmu.” (HR. Bukhari No.
3480).
7.
Salah
satu penyebab kejayaan Islam
Pada zaman
kekhalifahan beliau, Umar bin Khaththab pernah memegang kekuasaan sampai ¾
dunia.
8.
Umar
pada zaman khalifahnya selalu mengelilingi kota Madinah (blusukan)
Ketika Amirul
Mukminin Umr ra. memegang jabatan sebagai khalifah, beliau seringkali meronda
di malam hari untuk menjaga kota. Pada suatu malam, seperti biasa Umar ra.
keluar pada malam hari untuk meronda. Tiba-tiba pandangan Umar tertuju ke arah
sebuah kemah tua berdiri tegak di tanah lapang, yang belum pernah ia lihat
sebelumnya. Kemudian Umar ra. menghampirinya, dari dalam kemah, terdengah suara
rintihan seorang perempuan sedangkan di luar kemah itu duduk seorang laki-laki
yang sedang termenung.
Umar pun
memberi salam kepada orang itu, “Assalamualaikum.” Kemudian Umar duduk di
sebelahnya dan bertanya, “Dari mana anda datang ?” orang itu menjawab, “Wahai
tuan, sesungguhnya saya ini seorang orang asing yang datang dari sebuah hutan
dan saya datang untuk mengharap belas kasihan dari Amirul Mukminin.” Orang
asing tersebut tidak mengetahui bahwa tamunya tersebut adalah seorang khalifah.
Umar ra.
menawarkan jasa kepada lelaki itu, “Kalau anda memerlukan sesuatu, saya
bersedia membantu.” Umar ra. pun beertanya lagi, “Mengapa terdengar suara
rintihan dari dalam kemah ?.” orang itu merasa malu berkata kepada Umar,
“Silahkan engkau pergi dan uruslah pekerjaanmu sendiri.” Umar berkata lagi,
“Tolonglah, beritahukan kepadaku, barangkali aku dapat menolongnya.” Orang itu
berkata, “Wahai saudara, jika benar saudara ingin mengetahuinya, akan aku
beritahukan. Sesungguhnya yang merintih-rintih di dalam kemah tua ini adalah
istri saya yang sedang mengerang kesakitan karena hendak melahirkan.” Umar ra.
bertanya, “Adakah seseorang di dalam kemah ini yang sedang merawatnya ?”.
“Tidak ada seorangpun,” jawab orang itu.
Setelah Umar
ra. mendengar hal itu, kemudian beliau bergegas pulang ke rumahnya, lalu
memberitahukan kepada istrinya, Ummu Kulsum ra, kata beliau, “Wahai istriku
sesungguhnya Allah SWT telah membuka jalan bagimu, jalan yang mulia di sisi
Allah SWT, agar kamu mendapat pahala yang besar.”
Dengan terkejut
dan penuh harap, kemudian Ummu Kulsum bertanya, “Apa maksudmu wahai Amirul
Mukminin?”. Umar menjawab, “Dengarlah istriku, di ujung sebelah sana terdapat
sebuah kemah tua yang penghuninya datang dari hutan, dan di dalam kemah itu
terdapat seorang perempuan yang mengerang menahan rasa sakit karena hendak
melahirkan anaknya tanpa seorang pun yang merawatnya.” Ummu Kulsum kemudian
menjawab, “Wahai suamiku, aku bersedia merawatnya, karena kewajibanku adalah
menyempurnakan hasrat dan kesucian hati suamiku.”
Perlu diketahui
bahwa Ummu Kulsum adalah anak perempuan dari Fatimah ra. dan cucu Nabi Muhammad
SAW. bukanlah bagi beliau, mudah saja menolak permintaan suaminya. Tetapi Ummu
Kulsum sanggup berkorban untuk saudaranya yang memerlukan pertolongan.
Ummu Kulsum pun
menuruti permintaan suaminya, kemudian segera menuju ke rumah tua itu,
sedangkan Umar ra. berjalan di sebelahnya. Setelah sampai, Ummu Kulsum pun
masuk ke dalam kemah dan Umar menunggu di luar sambil menyalakan api untuk
memasak makanan bagi kedua penghuni kemah tua itu. Sebentar kemudian terdengar
Ummu Kulsum memanggil suaminya dari dalam kemah itu, “Ya Amirul Mukminin
ucapkanlah tahniah (ucapan selamat) tanda kesyukuranmu untuk saudaramu ini
karena ia telah melahirkan seorang anak laki-laki.
Ketika
mendengar panggilan “Amirul Mukminin” dari Ummu Kulsum, penghuni kemah itu
merasa malu. Mereka baru menyadari bahwa orang yang selama ini bersusah payah
berkorban menolong mereka adalah seorang khalifah yang terkemuka dan mulia.
Tetapi Umar ra.mengerti perasaan saudaranya terhadap dirinya, lalu Umar dengan
suara lembut berkata, “Tidak mengapa saudara, janganlah kedudukanku ini
membebani perasaan saudara.” Setelah itu Umar ra. meletakkan cerek air di tepi
kemah itu, lalu menyuruh istrinya membawa masuk ke dalam dan memberi makanan
yang telah di masaknya tadi, kepada istri penghuni kemah itu.
Setelah
semuanya selesai, Umar ra. pun berpamitan sambil berkata, “Datanglah menemuiku
besok, aku akan mencoba menolongmu.”
9.
Sering
di puji oleh Rasulullah
Salah
satu pujian Rasulullah SAW. adalah :
No
3686, lihat ash-shahihah, No 327).
UTSMAN BIN AFFAN
4.
Riwayat
hidup, akh;ak, dan keutamaan Utsman bin Affan
a.
Riwayat
hidup Utsman bin Affan
Nama lengkapnya
adalah Utsman bin Affan bin Abi Al Ash bin Umayyah bin Abd Al Manaf dari suku
Quraisy. Lahir pada tahun 576 M., enam tahun setelah penyerangan Kabah oleh
pasukan bergajah atau enam tahun setelah kelahiran Rasulullah SAW. ibu khalifah
Utsman bin Affan adalah Urwy bin Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abdi
Asy-Syams bin Abd Al Manaf. Utsman bin Affan masuk Islam pada usia 30 tahun
atas ajakan Abu Bakar. Sesaat setelah masuk Islam, ia sempat mendapatkan
siksaan dari pamannya, Hakam bin Abil Ash. Ia dijuluki dzun nuraiin,
karena menikahi dua putri Rasulullah SAW. secara berurutan setelah yang satu
meninggal, yakni Ruqayah dan Ummu Ku;sum.
Khalifah Utsman
bin Affan ikut berhijrah bersama istrinya ke Abesinia dan termasuk muhajir
pertama ke Yatsrib. Ia termasuk orang yang saleh ritual dan sosial. Siang hari
ia gunakan untuk shaum dan malamnya untuk shalat. Ia sangat gemar membaca Al
Qur’an, sehingga Khalid Muh Khalif menulis bahwa untuk shalat dua rakaat saja,
Utsman menghabiskan waktu semalaman karena banyaknya ayat Al Quran yang dibaca,
dan pada saat kha;ifah Utsman wafat, Al Quran beraada di pangkuannya. Kesalehan
sosialnya terbukti dan membeli telaga
milik Yahudi seharga 12.000 dirham dan menghibahkannya kepada kaum muslimin
pada saat hijrah ke Yatsrib. Mewakafkan tanah seharga 15.000 dinar untuk
perluasaan Masjid Nabawi. Menyerahkan 940 ekor unta, 60 ekor kuda, 10.000 dinar
untuk keperluan Jaisyul Usrah pada Perang Tabuk. Setiap hari Jumat, Utsman bin
Affan membebaskan seorang budak laki-laki dan seorang budak perempuan. Pada
masa paceklik, masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman menjual barang kebutuhan
sehari-hari dengan harga yang sangat murah, bahkan membagi-bagikannya kepada
kaum muslimin. Utsman termasuk orang yang sangat penyayang, sehingga pernah
suatu pagi, ia tidak tega membangunkan pelayannya untuk mengambil air wudhu,
padahal ia sedang sakit dan sudah udzur.
Pada zaman Nabi
Muhammad SAW., Utsman bin Affan mengikuti beberapa peperangan, di antaranya
Perang Uhud, Khaibar pembebasan kota Mekah, Perang Thaif, Hawazin, dan Tabuk.
Perang Badar, tidak ia ikuti karena disuruh oleh Rasulullah SAW. menunngu
istrinya yang sedang sakit sampai meninggalnya.
Didalam proses
pengangkatan khalifah Utsman bin Affan yaitu sebelum Umar meninggal, Umar telah
memanggil tiga calon penggantinya, yaitu Utsman, ‘Ali, dan Sa’ad bin Abi
Waqqash. Dalam pertemuan dengan mereka secara bergantian, Umar berpesan agar
penggantinya tidak mengangkat kerabat sebagai pejabat (Munawir Syadzali, 1993:
30). Disamping itu, Umar telah membentuk dewan formatur yang bertugas memilih
penggantinya kelak. Dewan formatur yang dibentuk Umar berjumlah 6 orang. Mereka
adalah Ali, Utsman, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abd Ar Rahman bin Auf, Zubair bin
Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah. Disamping itu, Abdullah bin Umar dijadikan
anggota, tetapi tidak memiliki hak suara.
Mekanisme
pemilihan khalifah ditentukan sebagai berikut: pertama, yang
berhak menjadi khalifah adalah yang dipilih oleh anggota formatur dengan
suara terbanyak. Kedua,apabila suara terbagi secara berimbang (3:3),
Abdullah bin Umar yang berhak menentukannya. Ketiga, apabila campur
tangan Abdullah bin Umar tidak diterima, calon yang dipilih oleh Abd Ar-Rahman
bin Auf harus diangkat menjadi khalifah. Kalau masih ada yang menentangnya,
penentang tttersebut hendaklah dibunuh (Hasan Ibrahim Hasan, 1954: 254-5).
Anggota yang
khawatir dengan tata tertib pemilihan tersebut adalah Ali. Ia khawatir Abd
Ar-Rahman (yang mempunyai kedudukan strategis ketika pemilihan / deadlock)
tidak bisa berlaku adil karena antara Utsman dan Abd Ar-Rahman terdapat
hubungan kekerabatan. Akhirnya, Ali meminta Abd Ar-Rahman berjanji untuk
berlaku adil, tidak memihak, tidak mengikuti kemauan sendiri, tidak
mengistimewakan keluarga, dan tidak menyulitkan umat. Setelah Abd Ar-Rahman
berjanji, Ali menyetujuinya (Ath-Thabari, I, t.th.: 36).
Langkah
yang ditempuh oleh Abd Ar-Rahman setelah
Umar wafat adalah meminta pendapat kepada anggota formatur secara terpisah
untuk membicarakan calon yang tepat untuk diangkat menjadi khalifah. Hasilnya
adalah munculnya dua kandidat khalifah, yaitu Utsman dan Ali. Ketika diadakan
penjajagan suara di luar sidang formatur yang dilakukan oleh Abd Ar-Rahman,
terjadi silang pemilihan, Ali dipilih oleh Utsman dan Utsman dipilih oleh Ali.
Disamping itu, Zubair dan Sa’ad bin Abi Waqqash mendukung Utsman. Sementara,
Thalhah dan Zubair tidak ditanyai pendapat dan dukungannya karena keduanya
ketika itu sedang berada di luar Madinah sehingga tidak sempat di hubungi.
Selanjutnya, Abd Ar-Rahman bermusyawarah dengan masyarakat dan dan sejumlah
pembesar di luar anggota formatur. Ternyata, suara di masyarakat telah terpecah
menjadi dua, yaitu kubu Bani Hasyim yang mendukung Ali dan kubu Bani Ummayah
yang mendukung Utsman.
Kemudian, Abd
Ar-Rahman memanggil Ali dan menanyakan kepadanya, seandainya dia dipilih
menjadi khalifah, sanggupkah dia melaksanakan tugasnya berdasarkan Al-Quran,
Sunnah Rasul, dan kebijaksanaan dua khalifah sebelum dia ? Ali menjawab bahwa
dirinya berharap dapat berbuat sejauh pengetahuan dan kemampuannya. Abd
Ar-Rahman berganti mengundang Utsman dan mengajukan pertanyaan yang sama
kepadanya. Dengan tegas Utsman menjawab, “Ya! Saya sanggup.” Berdasarkan
jawaban itu, Abd Ar-Rahman menyatakan, “Utsman sebagai kkhalifah ketiga, dan
segeralah dilaksanakan bai’at.” Waktu itu, usia Utsman tujuh puluh tahun. Dalam
hubungan ini, patut dikemukakan bahwa Ali sangat kecewa atas cara yang dipakai
oleh Abd Ar-Rahman tersebut dan menuduhnya bahwa sejak semula ia sudah merencanakannya
bersama Utsman sebab kalau Utsman yang menjadi khalifah, berarti kelompok Abd
Ar-Rahman bin Auf yang berkuasa.
Masa
pemerintahan Utsman bin Affan termasuk yang paling lama apabila dibandingkan
dengan khalifah lainnya, yaitu selama 12 tahun; 24-36 H./644-656 M. Umar 10
tahun 13-23 H/634-644, Abu Bakar 2 tahun 11-13 H./632-634M., dan Ali 5 tahun
36-41 H./656-661 M. Awal pemerintahan Utsman, atau kira-kira 6 tahun masa
pemerintahannya penuh dengan berbagai prestasi.
Perluasan
pemerintahan Islam telah mencapai Asia dan Afrika, seperti daerah Herat, Kabul,
Ghazni, dan Asia Tengah, juga Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang
teersisa dari Persia, dan berhasil menumpas pemberontakan yang dilakukan orang
Persia. Dalam bidang sosial budaya, Utsman bin Affan telah membangun bendungan
besar untuk mencegah banjir dan mengatur pembagian air ke kota. Membangun
jalan, jembatan, masjid, rumah penginapan para tamu dalam berbagai bentuk,
serta memperluas Masjid /nabi di Madinah.
Peperangan yang
terjadi pada masa ini adalah Perang Zatis Sawari “Perang Tiang Kapal”,
suatau peperangan di tengah lautan yang belum pernah dilakukan oleh Nabi
Muhammad SAW., Khalifah Abu Bakar, dan Umar. Disebut Zatis Sawari, karena
pada perang tersebut dilakukan di Laut Tengah dekat kota Iskandariyah antara
tentara Romawi di bawah pimpinan Kaisar Constantine dengan laskar kaum muslimin
di bawah pimpinan Abdullah bin Abi Sarah, umat Islam mengerahkan lebih kurang
200 kapal.
Setelah
melewati masa yang penuh dengan prestasi, pada paruh terakhir, khalifah
mengahadapi pemberontakan dan pembangkangan di dalam dan luar negeri. Di dalam
negeri, pemberontakan lebih terpusat pada kebijakan-kebijakan khalifah yang
nepotis, harta kekayaan umum yang hanya berputar pada kalangan keluarga dan
sikapnya yang tidak tegas terhadap sahabat utama. Adapun di luar negeri,
pemberontakan lebih banyak berasal dari negeri-negeri yang ditaklukkan, seperti
Romawi dan Persia yang menambah dendam dan sakit hati karena sebagian
wilayahnya telah diambil oleh keum muslimin. Juga fitnah yang disebarkan oleh
orang Yahudi dari suku Qainuqa dan Nadhir serta Abdullah bin Saba.
Pemberontakan dan pembangkangan ini menyebabkan tewasnya khalifah pada tahun 35
H.
Pemerintahannya
berlangsung 12 tahun, dari tahun 23 H/646 M hingga tahun 35 H/656 M. Di akhir
hayatnya, beliau dibunuh oleh salah seorang warga Mesir (al-Gafiki) yang
menuntut penyelesaian akibat kebijakannya yang meresahkan masyarakat.
b.
Akhlak
mulia Utsman bin Affan
1.
Salah
satu sahabat yang dijamin masuk syurga
Dari
‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu berkata bahwasannya beliau mendengar
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Abu
Bakar di syurga, ‘Umar di syurga, ‘Utsman di syurga, ‘Ali di syurga.” (HR.
At-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh syaikkh Al-Albani di dalam shahih Al Jami’
Ash Shaghir, No 50).
2.
Dermawan
dan bersegera dalam kebaikan
Di
dalam shahih Al Bukhari, Imam Al Bukhari rahimakumullah mengatakan :
“Dan
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Barangsiapa yang menggali
(membeli) sumur rumah, maka baginya syurga.” Maka Utsman pun menggalinya
(membelinya). Dan be;iau juga berkata, “Barangsiapa yang mempersiapkan
(perbekalan) bagi pasukan ‘Usrah (yang mengalami kesusahan), maka baginya
syurga.” Maka Utsman pun mempersiapkannya.
3.
Mendapatkan
julukan Dzun Nurain
Beliau mendapat
julukan Dzun Nurain, yaitu yang memiliki dua cahaya. Dua cahaya yang dimaksud
adalah putri Nabi SAW. yaitu Ruqayah dan Ummu Kulsum ra. beliau meikah dengan
putri Nabi SAW. yang bernama Ruqayah sebelum masa kenabian. Dari Ruqayyah,
beliau dikaruniai putra yang bernama ‘Abdullah. Ruqayyah meninggal dunia
dikarenakan sakit yang dialaminya. Beliau meninggal pada salah satu malam-malam
peristiwa Perang Badar. Setelah Ruqayyah meninggal dunia, Rasulullah SAW.
menikahkan Utsman bin Affan dengan putrinya yang bernama Ummu Kulsum.
4.
Membaca
Al-Quran seluruhnya dalam satu rakaat
Abdurrahman
bin Utsman at-Taimi berkata, “Malam ini aku harus mendapatkan tempat tersebut.
Maka aku pun bersegera kesana. Ketika aku sedang berdiri shalat, tiba-tiba
seorang laki-laki meletakkan tangannya dipundaku. Aku melihatnya ternyata dia
adalah Utsman bin Affan. Pada saat itu dia khalifah, maka aku minggir dari
tempat berdiriku. Lalu Utsman berdiri, dan dia terus berdiri hingga dia
menyelesaikan (baccan) al-quran dalam satu rakaat dan tidak lebih.
Ketika
aku selesai, aku berkata padanya, “Wahai Amirul Mukminin! Engkau mengerjakan
shalat hanya satu rakaat. Dia menjawab, benar, ia adalah shalat witirku,
maksudnya, satu rakaat shalat witir.
Sulaiman
bin Yasar berkata, “Utsman bin Affan berdiri shalat isya. Lalu dia membaca
Al-Quran seluruhnya dalam satu rakaat. Dia tidak shalat sebelumnya dan
sesudahnya Utsman bin Affan membaca AL-Quran dalam satu rakaat, kemudian dia
mengerjakan shalat witir dengannya.
Dari
Ibnuu Sirin, ia berkata, “Isteri Utsman bin Afan berkata ketika Utsman
terbunuh, kalian telah membunuhnya, sesungguhnya dia benar-benar telah
menghidupkan malamnya seluruhnya dengan Al-Quran dalam satu raka’at.
5.
Setiap
hari jumat Utsman memerdekakan hamba sahaya
Kedermawanan
Utsman bin Affan tidak hanya sebatas menyiapkan pasukan tabuk semata, atau
sebatas menggali sumur rumah, lebih dari itu Utsman selalu senantiasa membantu
setiap muslim yang berada dalam kesulitan, menolongnya, meringankan, bebannya,
dan membantunya dalam kekurangan dan kemiskinan.
Utsman
menetapkan perjanjian atas dirinya dan dia tidak menyelisihkannya selama
hayatnya, yaitu bahwa dia akan memerdekakan seorang hamba sahaya setiap
pekannya. Dia membeli seorang hamba sahaya dari majikannya dengan harga
berapapun lalu dia memerdekakannya demi mendapat nikmat (melihat) wajah
Rabb-Nya Yang Maha Tinggi.
6.
Utsman
bin Affan malu kepada Allah sehingga para malaikat dan Nabi pun malu kepadanya
Dari
Aisyah bahwa dia berkata, “Rasulullah sedang baring dirumahku. Beliau
memberikan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Lalu Abu Bakar datang
meminta izin, beliau memberikan izi sementara beliau dalam keadaan demikian,
lalu beliau berbincang. Kemudian Utsman meminta izin, maka Rasulullah duduk dan
merapikan pakaiannya, lalu Utsman masuk dan berbincang. Ketika dia keluar
Aisyah berkata, ‘Abu Bakar masuk dan engkau tidak mengubah keadaanmu, engkau
acuh saja. Kemudian Utsman datang, engkau duduk dan merapihkan pakaianmu. Nabi
menjawab, “Apakah tidak pantas bagiku untuk malu kepada seorang laki-laki
dimana para malaikat malu kepadanya.”
Al-Munawi
berkata, “Keistimewaan Utsman adalah
rasa malunya. Rasa malu merupakan sifat yang lahir dari pengagungan kepada
siapa yang dilihatnya dan dia memiliki kedudukan agung disertai kekurangan yang
dirasakan seseorang pada dirinya. Sepertinya, pengagungan Utsman bin Affan
kepada Allah mendominasi dirinya dan dia melihat diri kekurangan dan
keterbatasan, keduanya termasuk sifat mulia hamba-hamba yang dekat kepada Allah
sehingga kedudukan Utsman meningkat karena itu, selanjutnya makhluk yang khusus
pun merasa malu kepadanya, sebagaimana orang yang mencintai Allah maka dia pun
mencintai wali-wali-Nya dan orang yang takut kepada Allah maka segala sesuatu
akan takut kepadanya.”
Nabi
bersabda, “Utsman adalah umatku yang paling pemalu.”
7.
Kelembutan
Utsman dan kasih sayangnya kepada rakyatnya
Diantara
sifat-sifat mulia yang dimiliki Utsman adalah keramahannya, kelembutan hatinya,
kebaikannya kepada rakyat, kasih sayangnya kepada mereka, serta perkembangan
para pendusta dan pembohong atasnya, dan bahwa ia terbunuh dalam keadaan
terzalimi.
Diantara
bukti yang menampakkan kasih sayang Utsman kepada rakyatnya sangat jelas ialah
apa yang diriwayatkan oleh Musa bin Thalhah, dia berkata “Aku mendengar Utsman
bin Affan, yang berada diatas mimbar, sementara muadzin mengumandangkan iqamat
dan Utsman bertanya kepada orang-orang tentang kabar mereka, harga-harga
(barang dagangan) mereka, dan siapa yang sakit diantara mereka.
8.
Keadilan
Utsman bin Affan
Ini
adalah keteladanan mulia dalam keadilan dari Utsman bin Affan. Utsman yang
pengasih, dimana kasih sayang menyebar dalam hidupnya sehingga menjadi lentera
dalam setiap tindakannya. Suatu hari Utsman marah kepada seorang pembantunya
lalu menjewer telinganya sampai ia merasa kesakitan. Tidak lama setelah itu
Utsman memanggil pelayan tersebut dan memintanya dengan tegas agar dia
melakukannya seehingga pelayan tersebut melakukannya. Utsman berkata, “Lebih
keras lagi, wahai pelayanku! Karena qishash (balasan) dunia lebih ringan
daripada qishash akhirat.
ALI BIN ABI THALIB
5.
Riwayat
hidup, Akhlak Mulia Ali bin Abi Thalib
a.
Riwayat
hidup Ali bin Abi Thalib
Nama lengkapnya Ali bin Abi Thalib Ibn Abdul Mutholib Ibn Hasyim
Ibn Abdul Manaf. Beliau lahir pada tahun 21 sebelum Hijrah (603 M) atau delapan
tahun sebelum Nabi SAW., diutus menjadi Rasul. Sewaktu lahir, ia diberi nama
Haidarah oleh ibunya, kemudian diganti oleh ayahnya dengan Ali. Ketika Muhammad
diangkat menjadi Rasul, Ali termasuk yang pertama menyatakan imannya bersama
Khadijah dan Zaid dalam umur yang relatif masih kecil, maka Ali termasuk
kanak-kanak yang mula-mula beriman. Ali ketika berusia enam tahun diasuh dan
dididik oleh Rasulullah sebagai balas jasa terhadap pamannya yang telah
membesarkannya dan mempunyai banyak anak, terlebih ketika Mekah ditimpa
kelaparan. Ali menjadi anak yang tangguh, perkasa, berbudi luhur, serta
berkepribadian yang tinggi. Ali memiliki gelar karrama Allah (u) wajhahu,dikarenakan
jiwa dan kepribadiannya yang tidak pernah dinodai pemujaan berhala kaum Arab
Jahiliyah. Sejak kecil pula Ali telah terbiasa bergaul dengan para tokoh di
masa itu, tidak berlebihan bila kelak Ali menunjukkan kepahlawanan yang
menonjol. Kesetiaan dan kecintaan Ali
kepada Rasulullah telah di buktikan sejak mudanya. Pada malam Rasul
hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar, Ali tidur di tempat tidur Rasulullah untuk
mengetahui orang-orang Quraisy yang mengepung rumah Rasul hendak membunuhnya.
Ali termasuk salah seorang dari tiga tokoh (Abu Bakar dan Umar)
yang telah mengambil pengetahuan, budi pekerti, dan kebersihan jiwa Rasulullah.
Beliau terkenal dengan kecerdasannya dan menguasai banyak masalah keagamaan secara
mendalam, hadits yang diriwayatkan pun banyak Nabi menggambarkannya sebagaimana
sabdanya, “Aku kota ilmu pengetahuan sedang Ali pintu gerbangnya. Keberanian
Ali pun masyhur di seluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, beliau
senantiasa berada di front depan dan dipercaya Nabi sebagai pemegang
panji-panji perang. Kecuali pada perang Tabuk, Ali ditugaskan Rasul untuk
menjaga kota Madinah, itupun beliau kecewa dan kalau boleh memilih ia akan ikut
berperang. Sifat pemberani (saja’ah) dan keperkasaannya tercatat dalam
sejarah Islam. Untuk keberaniannya itu, ia mendapat gelar The Lion of God
(Asadullah) atau The Lion Hearted. Selain terkenal dengan
keberaniannya, ia terkenal pula sebagai dermawan, berbudi luhur, sederhana,
terbuka, terus terang, tulus hati, dan lapang dada. Namun, kesederhanaan,
keterusterangan, dan kelapangdadaannya dipergunakan oleh musuh-al-Kuimiah,
janda Abu Bakar Ash Shiddiq, melahirkan Yahya dan Muhammad, sifat Ali tersebut
mempengaruhinya dalam menetapkan kebijaksanaan dan menyelesaikan
masalah-masalah yang timbul dalam pemerintahannya. Kadang-kadang sikap tersebut
tidak bisa diterima oleh sebagian pengikutnya sehingga menyulut pemberontakan
yang berakhir dengan mengenaskan, terpental dari kekuasaan bahkan dengan cara
yang lebih buruk dari Utsman.
Selama hidupnya, Ali menikah dengan 9 wanita dan mempunyai 19 orang
putra-putri. 1) Ali menikah dengah Fatimah Putri Rasulullah, mempunyai dua
putra dan dua putri yaitu Hasan, Husen, Zainab, dan Ummu Kulsum. Setelah
Fatimah wafat, Ali menikah berturut-turut dengan: 2) Ummu Bamimbinti Huzam dari
Bani Amir Ibn Kilab, melahirkan empat putra yaitu Abbas, Ja’far, Abdullah, dan
Utsman, 3) Laila binti Mas’ud at-Tamimiah, melahirkan dua putra yaitu Abdullah
dan Abu Bakar, 4) Asma binti Umair al-Kuimiah, janda Abu Bakar Ash Shiddiq,
melahirkan Yahya dan Muhammad, 5) As-Sahba binti Rabi’ah dari Bani Jasym Ibn
Bakar, janda dari Bani Taglab, melahirkan Umar dan Ruqayyah, 6) Umamah binti
Abi Ass Ibn ar-Rabb, putri Zaenab binti Rasulullah, melahirkan Muhammad, 7)
Khanlah binti Ja’far (al-Hanafiah), 8) Ummu Sa’id binti Urwah Ibn Mas’ud
melahirkan Ummu al-Husain dan Ramlah, 9) Mahyah binti Imri’ al-Qais al-Kalbiah
melahirkan Jariah.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semuus pengukuhan tiga orang
khalifah sebelumnya. Ali dibai’at di tengah-tengah suasana berkabung atas
meninggalnya Utsman, pertentagan dan kekacauan, serta kebingungan umat Islam
Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali supaya
bersedia dibai’at menjadi khalifah. Setelh Utsman terbunuh, kaum pemberontak
mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada di kota Madinah, seperti
Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin
Umar bin Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan
tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih
menginginkan Ali menjadi khalifah. Ia didatangi beberapa kali oleh
kelomppok-kelompok tersebut agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Namun, Ali
menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah
dan mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi,
setelah massa rakyat mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai
pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhinya Ali bersedia
dibai’at menjadi khalifah.
Ia dibai’at oleh mayoritas
rakyat dan Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan
Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin
Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqas, Hasan bin Tsabit, dan
Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at
Ali. Ibn Umar dan Saad misalnya bersedia berbai’at kalau seluruh rakyat sudah
berbai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair diriwayatkan, mereka berbai’at secara
terpaksa. Riwayat lain menyatakan mereka bersedia membai’at jika nanti mereka
diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah. Akan tetapi, riwayat lain
menyatakan bahwa Thalhah dan Zubair bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang
meminta kepada Ali agar bersedia dibai’at menjadi khalifah. Mereka menyatakan
bahwa mereka tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali.
Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara
aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di kota Madinah,
mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukn baru; dan wilayah Islam sudah meluas
ke luar kota Madinah sehingga umat Islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (Mekah, Madinah, dan Thaif), tetapi sudah
tersebar di Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak untuk
membai’at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah Muawiyah bin Abu
Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang dikemukakan karena
menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Utsman.
Setelah Ali bin Abi Thalib dibai’at menjadi khalifah di Masjid
Nabawi, ia menyampaikan pidato penerimaan jabatannya sebagai berikut.
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan kitab suci Al-Quran sebagai
petunjuk yang menerangkan yang baik dan yang buruk maka hendaklah kamu ambil
yang baik dan tinggalkan yang buruk. Kewajiban-kewajiban yang kamu tunaikan
kepada Allah akan membawa kamu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
apa yang haram, dan memuliakan kehormatan seorang muslim, berarti memuliakan
kehormatan seluruhnya, dan memuliakan keikhlasan dan tauhid orang-orang muslim.
Hendaklah setiap muslim menyelamatkan manusia dengan kebenaran lisan dan
tangannya. Tidak boleh menyakiti seorang muslim, kecuali ada yang
membolehkannya. Segeralahkamu melaksanakan urusan kepentingan umum.
Sesungguhnya (urusan) manusia menanti di depan kamu dan orang yang di belakang
kamu sekarang bisa membatasi, meringankan (urusan) kamu. Bertakwalah kepada
Allah sebagai hamba Allah kepada hamba-hamba-Nya dan negeri-Nya. Sesungguhnya
kamu bertanggung jawab (dalam segala urusan) termasuk urusan tanah dan binatang
(lingkungan). Dan taatlah kepada Allah dan jangan kamu mendurhakainya. Apabila
kamu melihat yang baik, ambillah dan jika kamu melihat yang buruk
tinggalkanlah. Dan ingatlah ketika kamu berjumlah sedikit lagi tertindas di
muka bumi.” “Wahai manusia, kamu telah membai’at saya sebagaimana yang kamu
telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu daripada saya. Saya hanya
boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika pilihan telah jatuh,
penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan rakyat harus tunduk dan
patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan umum. Barang
siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia dari agama Islam.
b.
Akhlak
mulia Ali bin Abi Thalib
Ali di kenal sebagai sahabat Nabi yang sangat menghargai ilmu,
menghormati orang yang telah memberinya ilmu, dan beliau di kenal oleh
kecerdasannya. Selain itu keutamaan seorang Ali yaitu:
1.
Sangat dekat dengan
Nabi SAW.
Selain sebagai
sahabat dan sepupu Nabi, Ali juga merupakan menantu dari Rasulullah, sebab
beliau menikahi putri Rasulullah yaitu Fatimah Azahra. Yang menjadikan ikatan
Rasulullah dengan Ali semakin dekat.
Dalam satu riwayat
telah di jelaskan bahwa Nabi SAW berkata kepada Ali bin Abi Thalib :
“Engkau adalah
(bagian) dariku dan aku (bagian) darimu.”
Dan pula Umar berkata
:
“Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa sallam wafat dalam keadaan meridhainya (Ali).” (HR. Al-Bukhari, Bab
Manaqib ‘Ali bin Abi Thalib)
2. Dipercaya sebagai pemegang bendera perang oleh Rasulullah SAW.
Setelah perjanjian
Hudaibiyah yang memuat pejanjian perdamaian kaum muslim dengan Yahudi, yang di
kemudian hari Yahudi menghianatinya sehingga pecahnya perang melawan Yahudi di
benteng Khaibar yang sangat kokoh. Saat pra sahabat tidak mampu membuka benteng, Rasulullah SAW
bersabda yang artinya :
“Sungguh aku akan
berikan panji bendera besok pagi kepada seorang laki-laki yang Allah berikan
kemenangan berada di tangannya.” Kemudian semua orang bertanya-tanya kepada
siapa bendera tersebut akan diberikan. Dan keesokan harinya, semua orang
mendatangi Rasulullah SAW., masing-masing berharap bendera itu kepada mereka.
Kemudian Rasulullah SAW. bertanya, “Di mana ‘Ali bin Abi Thalib ?” mereka
menjawab , “Ia sedang sakit matanya.” Rasulullah SAW bersabda, “Datangilah ia
dan bawalah dia kemari.” Ketika Ali datang, beliau meludahi matanya, kemudian
mendoakannya. Lalu sembuh total seolah-olah tidak ada sakit sebelumnya. Dan
bendera itu diserahkan kepadanya.” (HR. Al-Bukhari, No. 3498 dan Muslim, No.
2406)
Maka Ali yang
mendapat kehormatan tersebut dan berhasil merobohkan benteng tersebuut.
3. Mempunyai kedudukan yang mulia di sisi Nabi SAW.
Kedudukan sahabat Ali
bin Abi Thalib sangatlah istimewa bagi Rasulullah SAW. sampai-sampai ia
disetarakan seperti kedudukan Nabi Harun bagi Nabi Musa. Dari Sa’ad bin Abi
Waqqash ra., dari Nabi SAW., sesungguhnya beliau berkata kepada Ali :
“Apakah kamu tidak
ridha bahwa engkau denganku seperti kedudukan (Nabi) Harun dan (Nabi) Musa ?”
(HR. Al-Bukhari, No. 3706 dan Muslim, No. 2404).
4. Salah satu sahabat yang dijamin masuk syurga
Dari ‘Abdurrahman bin
‘Auf ra. berkata bahwasannya beliau mendengar Rasulullah SAW. bersabda yang
artinya :
“Abu Bakar di surga,
‘Umar di surga, Utsman di surga, Ali di surga....” (HR At-Tirmidzi, dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir.)
5. Pemimpin yang dekat dengan rakyat kecil
Beliau sosok pemimpin
sederhana dan dekat dengan rakyat kecil. kedudukannya sebagai khalifah tidak
menghalanginya untuk berbaur dengan masyarakat. Pernah suatu ketidakkisahkan,
beliau memasuki sebuah pasar, dengan mengenakan pakaian setengah betis sembari
menyampirkan selendang. Beliau mengingatkan para pedagang supaya bertakwa
kepada Allah dan jujur dalam bertransaksi. Beliau menasihatkan, “Adilah dalam
hal takaran dan timbangan.” (siyara ‘laamannubala’28: 235).
Dalam riwayat lain disebutkan,
bahwa suatu hari beliau masuk pasar sendirian, padahal posisi beliau seorang
khalifah. Beliau menunjuki jaln orang yang tersesat di pasar dan menolong
orang-orang yang membutuhkan pertologan. Sembari menyambangi para pedagang, beliau mengingatkan
mereka akan firman Allah SWT yang atinya :
“Negeri
akhirat itu kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi
orang-orang yang brtakwa.” (Al Qashas : 83).
Indahnya
seorang pemimpin menyambangi rakyat kecil, lalu mengingatkan mereka tentang
akhirat. Karena kesejahteraan suatu negeri tak hanya berporos pada hal-hal
duniawi saja. Namun, hubungan rakyat dengan sang khalifah adalah faktor utama
kesejahteraan suatu bangsa. Dharar bin Dumrah menceritakan saat diminta sahabat
Muawiyah ra.untuk bercerita di hadappan beliau tentang kepribadian sahabat Ali bin Abi Thaliib ra.
6. Beliau adil terhadap orang-orang kafir
Saat
menjadi kahalifah, keadilan benar-benar tersebar. Bahkan hanya kaum muslimin
yang merasakan, orang-orang non muslim juga merasakan keadilan tersebut.
Pada
saat Ali berada di Sifin, baju besi beliau diambil orang. Ternyata baju besi
itu dibawa oleh seorang Nasrani. Lalu Ali mengajaknya mendatangi seorang hakim
untuk memustuskan kepemilikan baju besi tersebut. Hakim tersebut adalah utusan
Ali untuk bertugas di saerah tersebut. Namanya Syuraih. Di hadapan sang hakim,
orang Nasrani tetap tidak mengaku kalau baju besi itu milik Ali.
“Baju
besi ini milikku, Amirul Mukmin sedang berdusta.”
Lalu
Syuraih bertanya kepada Ali ra. “Apakah anda memiliki bukti ya Amirul Mukminin
?.”
Ali
pun tertawa senang, melihat sikap objektif yang dilakukan hakim. “Kamu benar
Syuraih. Saya tidak ada bukti.” Kata khalifah Ali ra.
Akhirnya
hakim memutuskan baju besi tersebut milik orang Nasrani. Sidang pun usai.
Setelah berjalan beberapa langkah. Si Nasrani berkata kepada Ali ra. “Aku
menyaksikan bahwa hukum yang ditegakkan ini adalah hukumnya para Nabi. Seorang
Amirul Mukminin (penguasa kaum mukmin). Membawaku ke hakim utusannya. Lalu
hakim tersebut menangkapku! Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak
disembah kecuali Allah dan saya beraksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Dan
baju besi ini sejujurmya milik anda Amirul Mukminin.” Lalu Ali menghibahkan
baju tersebut untuknya.